Semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
bukan menjadi jaminan bahwa keselamatan kerja akan lebih terjamin.
Bahkan modernisasi ini memberikan ancaman yang serius dan beraneka ragam bagi
para pekerja, karena penggunaan yang salah terhadap teknologi modern bisa
berakibat fatal. Terutama bagi pekerja yang langsung menangani mesin-mesin
dengan tingkat kerumitan yang tinggi dan terdapat benda tajam di dalamnya,
tentu ancaman yang diberikan akan semakin besar.
Di Indonesia, tak dapat dipungkiri lagi hingga
kini, aspek “kesehatan dan keselamatan kerja” atau yang disingkat K3 belum
mendapatkan perhatian serius. Meskipun hal tersebut sering diperbincangkan di
seminar dan diskusi, namun belum ada implementasi yang jelas. Hal ini terbukti
dari data Kemnakertrans bahwa pada 2010,
kecelakaan kerja di Indonesia tercatat sebanyak 98.000 kasus, 1.200 kasus di
antaranya mengakibatkan pekerja meninggal dunia. Apabila dibanding dengan
negara di Eropa seperti Denmark dan Jerman, kasus kecelakaan kerja lebih
banyak, yaitu 100.000 kasus, namun pekerja yang meninggal dunia hanya tercatat
500 orang. Yang lebih mengerikan lagi, Jakarta
sebagai kota metropolitan dan ibu kota negara, dari 26.000-an perusahaan yang
ada, ternyata 20 persen di antaranya atau sekitar 5.200 masuk kategori sebagai
perusahaan berisiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Beberapa hal tersebut
tentunya menjadi gambaran jelas bagaimana kesehatan dan keselamatan kerja
kurang begitu diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Kurangnya
perhatian perusahaan di Indonesia terhadap K3 umumnya karena mempertimbangkan
penghematan biaya. Pengecekan mesin secara berkala, mempekerjakan tenaga kerja
yang profesional dan ahli di bidangnya akan membuat biaya yang dikeluarkan
perusahaan semakin membengkak. Apalagi kegiatan-kegiatan semacam ini tidak
mendorong laba perusahaan secara signifikan. Jadi dengan mempertimbangkan
penghematan biaya dan berorientasi pada laba tinggi, banyak perusahaan yang
cenderung mengesampingkan masalah keselamatan kerja karyawannya.
Nah,
akibatnya kecelakan kerja sudah menjadi ancaman yang tidak bisa dihindari. Demi
mendapatkan satu rupiah, nyawa pun rela dipertaruhkan untuk menghidupi
keluarga. Dan kerelaan mereka mumbuat pengusaha semakin tidak memperhatikan hal
semacam itu. Apalagi sikap pemerintah yang kurang memberikan pengawasan
terhadap kegiatan perusahaan. Padahal sudah ada peraturan yang kuat tentang
pentingnya keselamatan kerja, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.
Menurut
Mangkunegara (2002.163), kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Ada tiga aspek utama hukum K3
yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan
kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja tak
terduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak
kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga
mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah
terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah
pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja. Norma
kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan
memlihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
K3
dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya
kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara dan lain-lain yang
dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan,
kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar
ultraviolet, kanker kulit, kemandulan danlain-lain. Norma kerja berkaitan
dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum
muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup dan
lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa
kecelakaan kerja.
Beberapa penerapan K3 diantaranya
dengan melakukan penataan tempat kerja yang memenuhi standar, mulai dari
pencahayaan, sirkulasi udara, suhu, dan penempatan mesin-mesin sesuai standar
keamanan. Mempekerjakan tenaga kerja yang kompeten di bidangnya, sehingga
kesalahan yang terjadi akan semakin minimal. Kemudian penggunaan alat
keselamatan kerja yang sesuai standar kerja, pengecekan atau reparasi
mesin-mesin produksi secara berkala, pemberian jaminan asuransi kepada karyawan
di perusahaan jasa asuransi, dan lain-lain.
Begitu
jelasnya peraturan tentang kesehatan dan keselamatan kerja, tapi kenyataanya
belum bisa sepenuhnya terwujud sesuai yang diharapan. Sebenarnya ada beberapa
faktor utama, yaitu kebanyakan perusahaan yang menganggap hal ini sebagai
pemborosan biaya. Biaya yang seharusnya bisa digunakan untuk keperluan lain
harus digunakan untuk hal yang tidak mendorong langsung terhadap keuntungan
perusahaan. Padahal seharusnya perusahaan-perusahaan di Indonesia sadar, bahwa
K3 merupakan program investasi jangka panjang. Seperti namanya, investasi jangka
panjang memang tidak akan dirasakan hasilnya dalam waktu dekat, namun akan
dirasakan hasilnya setelah proses tersebut berlangsung cukup lama dan
konsisten. Hasilnya pun pastinya akan lebih menguntungkan jika dibanding
investasi jangka pendek.
Misalnya
seperti ini, perusahaan menjalankan K3 dengan mempekerjakan tenaga kerja yang
kompeten dan profesional di bidangnya. Walaupun gaji yang diberikan lebih
tinggi jika dibandingkan tenaga kerja yang tidak kompeten, namun dari tenaga
kerja profesional tersebut produk yang dihasilkan pun akan berkualitas lebih
baik. Dan ketika produk perusahaan mempunyai kualitas yang baik, maka konsumen
tidak akan mudah berpaling dari produk kita. Sehingga perusahaan akan mempunyai
konsumen yang loyal terhadap produk perusahaan, sehingga masa depan perusahaan
akan sedikit terjamin karena ada yang akan selalu membeli produk kita.
Yang
paling jelas menjadi penyebab kecelakaan adalah para pekerjanya sendiri, karena
mereka yang langsung berada di lokasi kerja. Kelalaian sering kali disalahkan
dalam hal ini, oleh karena itu berhati-hati menjadi hal yang sangat penting
karena jaminannya adalah nyawa sendiri. Budaya bekerja yang baik dan benar pun
harus selalu diperhatikan seperti peralatan keamanan, pengurangan bercanda di
tempat kerja, dan pembiasaan istirahat saat kondisi tubuh sangat lelah.
Faktor
lainnya, yaitu kurangnya sosialisasi dan pengawasan dari pemerintah. Seminar
dan sosialisasi memang sudah sering sekali dilaksanakan baik oleh pemerintah
ataupun lembaga non pemerintahan. Namun tidak adanya tindak lanjutnya, sehingga
hasilnya kurang efektif karena biasanya tidak akan langsung diimplementasikan
oleh perusahaan. Nah, tindak lanjut atau follow up menjadi penting jika
pemerintah menginginkan untuk semakin
menekan angka kecelakaan kerja di Indonesia. Dengan tindak lanjut berupa
pengawasan yang ketat terhadap perusahaan, maka mau tidak mau perusahaan akan
memenuhi prosedur K3.
Misalnya
dengan membentuk tim pengawas dari Dinas Ketenagakerjaan di tiap
kabupaten/kota. Tim pengawas tersebut akan datang ke perusahaan dengan mengecek
semua fasilitas perusahaan dan mesin-mesin yang berhubungan dengan resiko
kecelakaan kerja. Mulai dari kondisi tempat kerja, mesin-mesin dan semua yang
menyangkut keselamatan kerja karyawannya, semuanya dicek sedetail mungkin.
Apabila ditemukan kesalahan yang fatal dan dapat mebahayakan keselamatan kerja
karyawannya, cabut surat izin usahanya sehingga perusahaan tersebut tidak bisa
melakukan kegiatan usahanya lagi. Dengan cara yang demikian, jika perusahaan
tidak ingin terganggu kegiatan usahanya, maka akan selalu berusaha menjaga
keselamatan karyawannya sebaik mungkin.
Kemudian
proses perizinan yang ketat terhadap pembentukan usaha baru, terutama di bidang
K3. Jadi sebelum perusahaan disahkan pendirian usahanya, maka syarat-syarat
tersebut harus bisa dipenuhi terlebih dahulu. Sehingga dijamin keselamatan
kerja karyawannya.
Tentunya
kesadaran dari berbagai pihak tentang pentingnya kesehatan dan keselamatan
kerja sangat menentukan apakah tingkat kecelakaan kerja di Indonesia bisa
ditekan, atau bahkan hingga nihil. Perusahaan yang harus bersifat lebih dewasa
lagi dan tidak hanya memikirkan keuntungan belaka. Pemerintah yang harus selalu
mengawasi pelaksanaan K3 dan terus memberikan pengarahan tentang pentingnya K3.
Para pekerja yang selalu sadar akan bahaya yang mengancamnya dan selalu
berhati-hati dalam bekerja. Dan dari segenap lapisan masyarakat terutama
kalangan yang berpendidikan dan mengetehui pentingnya K3, juga berkontribusi
besar. Karena nyawa tidak bisa diganti dengan uang.